Friday, May 12, 2017

Eropa, Aku Datang 5 : Konferensi

(Sebelumnya.)

Senin - Selasa, tanggal 3 - 4 April 2017adalah alasan mengapa aku datang ke Vatican. Aku dibiayai dan difasilitasi oleh Discastery for Promoting Integral Human Development, Vatican, untuk keperluan ini yaitu sebuah konferensi dalam rangka peresmian discastery baru ini (gabungan dari beberapa bidang), dan merayakan 50 tahun Popularum Progressio. Tempat pertemuan di New Hall Vatican, dalam lingkungan Basilica St. Petrus. Ruang besar yang biasa untuk audiensi para uskup dengan Paus.

Diapit Rm. Bonnie dan Rm. Nandana, hari pertama.
Nah, okelah. Acaranya ya begitu itu. Mau bilang apa. Aku tak bisa menangkap 100 persen seluruh perbincangan yang memakai bahasa Inggris, Italia, Perancis dan Jerman. Jadi susahlah menulis hal serius macam tuh, hanya kutangkap sekian-sekian-sekian persen saja. Aku cerita garis besarnya saja deh. Intinya gini : ada 300 or 400 an manusia dari seluruh dunia. Diundang dari seluruh benua yang ada. Sekian di antaranya para suci kardinal, uskup, pastur. Sebagian kecil di antaranya orang-orang awam. Nah yang katrok lebih dikit lagi, dan golongan inilah aku. Ihiks. Aku menjadi satu-satunya peserta dari Indonesia yang beruntung berada di hall ini bersama mereka.

Beruntung aku ketemu Rm. Bonnie Mendes dari Pakistan (yang merekomendasikan aku hingga namaku masuk daftar Vatican untuk diseleksi hadir), lalu ada Rm. Nandana dari Srilanka yang beberapa kali sudah berjumpa. Dan paling spesial, ada Rm. Niphot dari Thailand. Aku selalu bilang : "Ini salah satu guruku yang kerennnn." Jadi bersama merekalah aku sepanjang pertemuan. Duduk di deretan yang sama. Dan merasa nyaman jika tidak terlalu jauh dari mereka. (Hmmm... sungguh katrok kan.) Dan lagi, peserta dari Asia Tenggara juga sangat minim, hanya dari Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand dan Philipina.

Nah hari kedua konferensi menjadi lebih spesial karena ada audiensi dengan Paus Fransiskus. Walau tak bisa menyentuh tubuhnya, tapi aku tersentuh suaranya. Ini peristiwa luar biasa. Berada dalam satu ruang dengan paus kebanggaanku.

Bersama Rm. Niphot, hari kedua.
Ada beberapa hal yang menjadi catatanku dari konferensi ini :

1. Seleksi peserta dilakukan dengan sangat personal, tidak terbuka. Jadi yang ikut pastilah ada link sebelumnya dengan para rekomendator dari setiap benua. (Aku beruntung tapi ini tak terlalu fair kurasakan. Hmmm.)

2. Bicara tentang justice and peace, kesehatan, human trafficking juga perkembangan manusia-manusia pasti akan sampai pada masalah kemiskinan. Contoh banyak diambil dari negara-negara Asia, juga disebut data-data dari Indonesia, tapi Asia tak banyak diberi ruang untuk bicara. Huh.

3. Acara besar seperti ini mestinya diperkuat efeknya. How? Bagaimana aku bisa?

Aku menganggap kesempatanku jadi peserta konferensi ini adalah keajaiban. Yang tak terduga. Yang tiba-tiba. Dan seluruhku, prosesku, persiapan hingga seluruh perjalanan, aku hanya mungkin ada kalau aku dibantu Semesta.

Salah satu dari Semesta yang berperan menyemangatiku adalah Mgr. Bernhard, sekretaris Pontifical Justice and Peace, yang terus menyapaku, menyakinkan diriku mendapat yang terbaik selama di negeri asing ini. Laki-laki Kongo ini tak mungkin kulewatkan begitu saja perannya. Thank you so much, Mgr. Undangan ini membuat aku mendapat lagi pengalaman dicintai oleh Semesta secara luar biasa. (Kisah selanjutnya.)

No comments:

Post a Comment